Rabu, 01 Agustus 2012


MOLA HIDATIDOSA



 created by : Marsely Silvia
1. Definisi
            Hamil Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menajadi embrio tetapi terjadi profilerasi dari villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumnpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. Mola merupakan kegagalan fungsi reproduksi disini kehamilan berkembang menjadi keadan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung. Penderita penyakit banyak ditemukan pada sosial ekonomi rendah umur dibawah 20 tahun dan diatas 34 tahun dan parilitas tinggi.
      Mola hidatidosa berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua centimeter. Secara hispatologik adalah edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan profelirasi trofoblas, sedangkan gambaran sitigenetiknya pada umumnya berupa 46 XX.

2. Etiologi
            Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Teori yang paling cocok dengan keadan adalah teori Acosta Sison yaitu defesiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemuadian membelah menjadi 46 XX, sehingga mola hidatidosa bersifat homozifgote, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY.

3. Patogenesis
            Teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit tromboblas. Teori missed abortion, mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu, karena terjadi ganguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung. Menurut Reynold, kematian, mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan 13 dan 21 yang meneyebabkan gangguan angiogenesis. Teori Neoplasma dari park mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung, hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
            Mola hidatidosa berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua centimeter.

4. Gambaran Klinik
            Pada umumnya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, mual, muntah pusing dan lain-lain, hanya derajat keluhannya sering lebih hebat sering diserta gejala seperti preeklamsia.  Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.
            Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya perdarahan menyebabkan penderita datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan terjadi antara bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12 – 14 minggu. Sifat perdarahan intermiten, sedikit-sedikit aau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok dan kematian. Karena perdarahan umumnya menimbulkan anemia. Kehamilan mola bisa disertai preeklamsia(eklamsia) hanya perbedaannnya bahwa preeklamsia pada mola terjadi lebih muda dari pada kehamilan biasa. Penyulit yang serimg terjadi ialah tiroksikosa, berhubungan dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinannya,. Mola dengan tiroksikosa mempunyai prognosis buruk baik dari segi kematian atau keganasan. Penderita biasanya meninggal karena krisis tiroid.

5. Diagnosis
      Adanya mola harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorhoe, perdarahan pervagina, uterus lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti, seperti balotemen dan DJJ. Untuk memperkuat dilakukan pemeriksaan kadar HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dalam darah dan urine. Peninggian HCG terutama setelah hari ke-100, sangat sugesif. Bila belum jelas lakukan pemeriksaan foto abdomen, biopsi transplasental, pemeriksaan dengan sonde uterus, ultrasonografi (kasus mola menunjukan gambaran khas berupa badai salju /snow flake pattern.
      Diagnosis yang paling tepat kita melihat gelembung molanya, tetapi bila menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan banyak dan keadaan umum  pasien menurun.

6. Masalah dan Penanganan Umum
a.    Masalah
a)      Perdarahan pada kehamilan muda yang disertai dengan gejala mirif preeklamsi
b)      resiko tinggi untuik menjadi keganasan (karsiokarsinoma)
b.      Penanganan Umum
a)      Diagosis dini mengurangi prognosis
b)       Pemeriksaan USG sangat membantu dianosa. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatss, dapat dilakukan ;
·         Evaluasi klinik fokus pada ; riwayat haid terakhir dan kehamilan, perdarahan tidak teratur atau spoting, pembesaran abnormal uterus, perlunakan serviks dan korpus uteri.
·         Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urine
·         Pastikan tidak ada janin (batolemen) atau dJJ sebelum upaya diagnosa dengan perasat.
c)      Lakukan pengosongan jaringan mola segera
d)      Antisipasi komplikasi
e)      Lakukan pengamatan lanjut minimal 1 tahun pascaevakuasi.

7.  Terapi dan Penanganan Khusus
a.      Terapi
a)Perbaikan keadaan umum ;  pemberian tranfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit preeklamsia dan tiroksikosa.
b)   Pengeluaran jaringan mola ; vakum kuretase tanpa pembiusan, untuk  memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum dilakukan dengan sendok kuret biasa yang tumpul cukup dilakukan satu kali. Kuret kedua dilakukan bila ada indikasi. Histerektomi dilakukan pada wanita yang cukup umur dan cukup mempunyai anak, alasan untuk melakukan histerektomi karena umur tua dan parilitas tinggi merupakan faktor presdisposisi terjadinya keganasan.
c)  Terapi profilaksis dengan sitistatika ; diberikan dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua atau parilitas tinggi. Biasanya diberikan metrotrexate atau acinomycin D dapat menghindarkan keganasan dan mengurangi koriokarsinoma diurterus 3 kali, namun berbahaya.
d)     Pemeriksan lebih lanjut ; Pengawasan berkisar satu sampai dua tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksan penderita dianjurkan untuk tidak hamil menggunkan kondom atau pil KB. Pil anti hamil menghindarkan kehamilan dan menahan LH dari hifofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG. Untuk menentukan keganasan dengan pemeriksan HCG.
b.      Penanganan Khusus
a)      Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalal 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes permenit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhdap pengosongan uterus secara cepat.
b)   Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari Kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri
c)   Kanali komplikasi dan tangani komplikasi penyerta seperti tiroksitosis atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
d)     Anemia sedang cukup diberikan SFG 600 mgperhari, untuk anemia berat lakukan transfusi.
e)     Kadar HCG diatas 100.000 IU/L preevakuasi dianggap sebagi resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk m,emberikan methotrexate (MTX) 3-5 mg/BB atau 25 mg IM dosis tunggal.
f)       Lakukan pemantauan kadar HCG hingga minimal 1 tahun pascaevakuasi.  Kadar  menetap atau meninggi setelah 8 mggu pasca evakuasi menunjukan masih terdapat trofoblas aktif (di luar uterus atau invasif) berikan kemoterapi MTX dan pantau β-HCG serta besar uterus secara klinis dan USG tisap 2 minggu.
g)      Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomi apabila menghentikan  fertilitas.
          
 www.marselysilvia90.blogspot.com
Sumber makalah :
1.      Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001.
2.      Ilmu Kebidanan , Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992.

Kehamilan Ektopik

KEHAMILAN  EKTOPIK

 Created by : Marselly Silvia
1. Definisi
        Kehamilan ektopik adalah  Kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi ( mis ; tuba).  Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisial tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan infundifundum tuba.
       Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Frekuensi kehamilan ektopik sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilam ektopik terganggu dini tidak selalu jelas, sehingga sukar mendiagnosanya. Tidak semua kehamilan ektopik berakhir dengan abrotus dalam tuba atau ruptur tuba. Sebagian hasil konsepsi mati dan pada usia muda kemudian diresorbsi.. Pada hal yang terakhir ini penderita hanya mengeluh haidnya terlambat untuk beberapa hari.
       Pemakaian antibiotika, kontraspsi dapat mempengaruhi  frekwensi kehamilan ektopik.  Antibiotika dapat meningkatkan frekwensi kehamilan ektopik. Antibiotika dapat mempertahankan terbukanya tuba mengalami infeksi, tetapi perlekatan menyebabkan pergerakan silia dan peristalsis tuba terganggu dan menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim, sehingga implementasi terjadi di tuba.

2. Etologi
Penyebab kehamilan ektopik  sebagian besar  belum diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya dituba di permudah. Faktor – faktor yang memegang peranan penting dalam hal ini :
a.       Faktor dalam lumen tuba ;
      a). Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
      b). Pada hiplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
      c). Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna menyebabkan tuba                          menyempit.
b. Faktor pada dinding tuba ;
      a). Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur dibuahi dalam tuba.
      b). Divertikel tuba kongenital dapat menahan telur yang dibuahi ditempat itu.
c. Faktor diluar dinding tuba
      a). Perlekatan peritubal dengan distorsi/ lekukan tuba menghambat perjalann telur.
      b). Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
d. Faktor lain ;
      a). Migrasi luar ovum yaitu perjalanan ovarium kanan ke tuba kiri – atau                                    sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang di buahi ke uterus
      b). Fertilisasi in vitro.

3. Patologi
      Proses implasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya pada kavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplentasi pada ujung atau sisi jongjot endosalping. Perkembangan selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemuadian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang tidak tampak, dengan mudah villi korealis menembus endosalping dan masuk ke lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi tromfoblast.
      Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas dan tromfoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Perubahan pada endometrium disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tidak teratur.
      Setelah Janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
      Tuba merupakan bukan merupakan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 – 10 minggu.
a.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. 
      Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah diresorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b.      Abortus ke dalam lumen tuba
                  Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya psudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagaian atau seluruhnya, tergantung derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasannya menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah osteum tuba abdominale. Frekkuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilam pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritonium biasanya pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini karena lumen pars ampullartis lebih luas sehingga lebih muidah mengikuti pertumbuhan hasil konsepsi.
                  Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola krueta. Perdarahan yang berlangsung terus-menerus menyebabkan tuba berubah membesar dan kebiru-biruan ( hematosalping) dan selanjutnya darah mmngealir ke rongga perut melalui osteum tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

c.       Ruptur dinding tuba
                  Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan tua. Faktor utama ruptur  ialah penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Perdarahan rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi perdarahan ke lumen tuba. Darah dapat mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba abdominale.
                  Bila pada abortus ini dinding tuba osteum yang tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba yang telah meinipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi dia arah ligamentum dan terbentuk hematoma inttraligamenter antara 2 lapisan ligamen. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
                  Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba,. Bila penderita  tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil dapat diresorbsi, bila janin besar kelak dapat diubah menjadi litopedion.
                  Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

4. Gambaran/Penilaian Klinik
a.      Gambaran klinik kehamilan ektopik yang belum terganggu
                        Gambaran klinik kehamilan ektopik belum terganggu tidak khas, dan penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adalnya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba dan ruptur tuba. Pada keadaan ini menunjukan gejala kehamilan muda (terlambat haid, mual dan muntah, pembesaran payudara, hiperpegmintasi areola dan garis tengah peut, peningkatan rasa ingin berkemih, porsio livide, perlunakan serviks, perdarahan bercak berulang.
                        Tanda-tanda tidak umum dari hasil pemeriksaan bimanual pasda tahapan ini adalah :
a)      Adanya massa lunak di adneksa (hati-hati saat melakukan pemeriksaan karena    dapat terjadi rupturatau salah duga dengan ovarium atau kista kecil). Uterus  membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.
b)       Nyeri goyang porsio.
b.      Gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu
       Gejalanya sangat berbeda-beda  ; dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abrotus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Pada kehamilam ini, selain gejala kehamilan muda, pada umumnya juga ditemui kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti :
a)      Pucat/anemia
b)       Kesadaran menurun dan lemah
c)      Syok (hipovolemik) sehingga isi dan tekanan denyut nadi berkurang serta   meningkat frekwensi nadi ( di atas 112 X/menit).
d)     Perut kembung (adanya cairan bebas intra abdomen) dan nyeri tekan
e)      Nyeri perut bawah terjadi  makin hebat apabila tubuh digerakan. Pada ruptur tuba nyeri perut bawah tiba-tiba dan insensitasnya disertai perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan/syok. Pada abortus tuba nyeri tak seberapa  hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah dan seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.
f)        Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol dan nyeri perabaan.
g)      Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas sustu tumor disamping uterus dengan konsistensi lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum douglas. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah turun, nadi meningkat.

5. Diagnosis
            Kesukaran diagnosis pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus atau ruptur tuba sebelum menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumh sakit. Alat bantu diagnostik yang digunakan adalah ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi.
            Untuk mempertajam diagnosis maka wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan harus dipikirkan. Pada umumnya anamnesis yang teliti dan pemeriksan cermat diagnosis dapat ditegakan, walaupun biasanya alat bantu masih diperlukan.
a)      Anamnesis ; haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu dan tenesmus. Perdarahan pervagina terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
b)      Pemeriksaan Umum ; Penderita tampak kesakitan, pucat ; Perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok ditemukan.
c)      Pemeriksaaan genekologi ; tamnda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas sukar ditentukan. Kavum douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukan adanya hematokel retrouterina.
d)     Pemeriksaan labolatorium ; Pemeriksaan Hb, jumlah sel darah merah. Pada kasus jenis gangguan mendadak biasanya ditemukan anemia, Hb baru terlihat setelah            24 jam. Leukosit menunjukan adanya perdarahan bila leukosit meningkat jumlah leukosit melebihi 20.000 untuk membedakan dengan infeksi. Tes kehamilan, positif  berguna tetapi tes negatif menyingkirkan kemungkinan kehamilan   ektopik   terganggu.
e)       Kuldosentesis ; untuk mengetahui apakah ada darah dalam kavum Douglas.
f)       Ultrasonografi ; berguna dalam diagnostik  apabila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalamnya tampak DJJ.
g)      Laparatomi ; digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.

6. Diagnosis Banding
a.       Infeksi pelvik ; gejala yang menyertai infeksi timbul waktu haid dan jarang setelah amenorhoe. Nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vaginal umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 derajat celcius, leukosittosis.
b.      Abortus Iminens atau insipiens ; Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesuadah amenorhoe, rasa nyeri yang lebih kurang berlokasi di daerah median dan bersifat mules.
c.       Ruptur korpus luteum ; peristiwa ini terjadi pada pertengahan siklus haid  perdarahan per vagina tidak ada dan tes kehamilam negatif.
d.      Torsi kista ovarium dan appendikitis ; Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorhoe dan perdarahan pervagina biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik. Nyeri perut bawah pada appendikiitis terletak dititik Mcburney.



7. Masalah dan Penanganan Umum
a.      Masalah
a)      Perdarahan pada kehamilan muda disertai syok dan anemia yang tidak sebanding dengan jumlah perdarahan yang keluar.
b)       Upaya diagnosis sangat tergantung dari belum atau sudah terganggunya kehamilan ektopik.

b.      Penanganan Umum
a)      Ingat ; Kehamilan muda disertai gejala-gejala yang tidak umum pada daerah abdomen, hendaknya dipikirkan kehamilan ektopik sebagai salah satu diagnosis banding.
b)      Upayakan untuk  dapat menegakan diagnosis karena gejala hamil ektopik sangat  variatif  berkaitan dengan tahapan perkembangan penyakit.
c)      Kehamilan ektopik (belum atau sudah terganggu) memerlukan penanganan segera difasilitas kesehatan yang mempunyai sarana lengkap.
d)      Perdarahan yang terjadi dapat mencapai jumlah yang sangat banyak sehingga  diperlukan penyediaan darah pengganti.
e)      Jenis tindakan pada tempat implantasi (tuba, ovarium, ligamentum) tergantung dari upaya penyelematan jiwa dan konservasi reproduksi.

8. Penanganan
a.       Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat  darurat.
b.      Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operasi karena sumber perdarahan harus segera dihentikan.
c.       Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) atau 2L dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung).
d.      Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini ;
·         Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril.
·         Saring darah yang tertampung dengan kaian steril dan masukan ke dalam kantung darah (blood bag). Apabila kantung darah tidak tersedia, masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
·         Transfusikan darah melalui slang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.


e.       Tindakan pada tuba dapat berupa ;
·         Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
·         Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi di mana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hamil ektopik ulangan).
f.       Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transfortasi tuba yang disebabkan oleh  proses infeksi maka sebaiknya pasien diberi antibiotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
g.      Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan ;
·         Ketoprofen 100 mg supositoria
·         Tramadol 200 mg IV
·         Pethidine 50 mg IV ( siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas).
h.      Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg perhari
i.        Konseling pasca tindakan
·         Kelanjutan fungsi reproduksi
·         Risiko hamil ektopik ulangan
·         Kontrasepsi yang sesuai
·         Asuhan mandiri selama dirumah
·         Jadwal kunjungan ulang.

Created by : Marselly Silvia S.ST

Sumber makalah :
1.      Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001.
2.      Ilmu Kebidanan , Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992.

Marsely Silvia: Fisiologi Persalinan Normal

Marsely Silvia: Fisiologi Persalinan Normal: Fisiologi Persalinan A.     Definisi PERSALINAN / PARTUS       Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam...

Selasa, 31 Juli 2012

Fisiologi Persalinan Normal

Fisiologi Persalinan


A.    Definisi
PERSALINAN / PARTUS
      Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.

Partus normal / partus biasa

      Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.



Partus abnormal

      Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.

Beberapa istilah

Gravida : wanita yang sedang hamil
Para      : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan


SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN
1.      Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.(pada diagram, dari Lancet, kok estrogen meningkat ?)
2.      Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot  polos uterus.
3.      Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi.
4.      Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan (DIAGRAM)

PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR “P” UTAMA
1. Power

      His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.

2. Passage

      Keadaan jalan lahir
3. Passanger
      Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) 

     (++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)

    Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat  berlangsung.


PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINAN

Kala 1
      Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
Kala 2
      Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
Kala 3
      Pengeluaran plasenta (kala uri)
Kala 4
      Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi

HIS
      His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut.
Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
  • Terjadinya his, akibat :
1. kerja hormon oksitosin

2. regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 3
3. rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.

  • His yang baik dan ideal meliputi :
1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus

2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5. serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot,akan tertarik ke atas oleh 

     retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.
  • Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor :
1. iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke system saraf pusat menjadi sensasi nyeri.

2. peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri.
3. keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ anxietas, atau eksitasi).
4. prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress

  • Pengukuran kontraksi uterus
1. amplitudo : intensitas kontraksi otot polos : bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat.

2. frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit).
3. satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan / mmHg terhadap frekuensi).


  • Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala 1 awal (fase laten)

      Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.


Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir
      Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).


Kala 2
      Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.


Kala 3

      Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).


PERSALINAN KALA 1 :
FASE PEMATANGAN / PEMBUKAAN SERVIKS
      DIMULAI pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.

     BERAKHIR pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.

Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.

Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).


  • Peristiwa penting pada persalinan kala 1
1. keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput  ketuban dengan dinding dalam uterus.

2. ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.
3. selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
  • Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan pada multipara :
1.  pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan – pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan

2. pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) – pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)
3.  periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan  pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.


PERSALINAN KALA 2 : FASE PENGELUARAN BAYI
      DIMULAI pada saat pembukaan serviks telah lengkap.BERAKHIR pada saat bayi telah lahir lengkap.

His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.

  • Peristiwa penting pada persalinan kala 2
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.

2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.
3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).

     Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam.



Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala

1. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).

2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah  bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
3. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak  kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).
4. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (kebawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
5. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu  atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
7. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.


PERSALINAN KALA 3 : FASE PENGELUARAN PLASENTA
      DIMULAI pada saat bayi telah lahir lengkap. BERAKHIR dengan lahirnya plasenta.

Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat.
Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.
(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae – keadaan gawat darurat obstetrik !!).


KALA 4 : OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :

1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.